Berterimakasih kepada yang Menyinggung














Oleh Ade Asep Syarifuddin

SIAPA yang bisa gembira ketika datang kesedihan? Belum semua orang bisa melakukan hal itu. Atau jangan-jangan kita dibilang gak waras lagi kalau melakukan sikap yang paradoks tersebut, tidak sesuai dengan arus besar logika masyarakat. Tapi bila kita bisa melampauinya, sebenarnya ada percikan cahaya di balik asap tebal, ada mutiara di balik dalamnya lautan, ada emas di balik kokohnya karang.

Pertengahan tahun 2008 yang lalu ada kisah menarik yang menimpa keluarga saya. Saya tinggal di Kota kecil di Jawa Tengah, karena pindah kerja akhirnya pindah juga tempat tinggal. Kalau dihitung-hitung tempat itu adalah tempat ke 6 saya mengontrak rumah. Sebenarnya tidak masalah mengontrak rumah, tapi yang menjadi masalah adalah pemilik rumah mau menjual rumah tersebut sebelum waktu kontrakan selesai. Kira-kira 6 bulan lagi.

Ketika pemilik rumah tersebut meminta ijin kepada saya, sedikit protes saya ungkapkan. Tapi dengan dalih yang bermacam-macam dia tetap memaksa akan membawa orang dan melihat rumah tersebut. Dalam pikiran saya hanya terbersit kata-kata, kok gak etis ya. Wong rumah masih dikontrakkan kok ditawarkan ke orang lain dan mau dijual. Mestinya nunggu selesai dulu, baru ditawarkan kepada orang lain. Apa sudah lupa dulu ketika menandatangani MoU dan menerima uang?

Saya pikir hanya sekali dia membawa orang untuk melihat rumah. Ternyata dia lakukan kembali. Bahkan sampai empat kali. Saya sudah mengajukan keberatan, bahkan protes yang agak keras. Tapi dia merasa bahwa yang memiliki rumah adalah dia. Akhirnya saya introspeksi dan tahu diri bahwa saya memang tidak di pihak yang menang. Dan dia si pemilik rumah bisa melakukan apa saja kepada barang miliknya walaupun dengan cara yang sewenang-wenang.

Dari situ istri saya usul untuk mencari harga-harga rumah cicilan. Kebetulan saya ada kenalan. Dengan niat untuk menutupi rasa malu dan mengangkat harga diri saya beranikan mengambil rumah cicilan KPR tersebut. Saya memang sudah punya niat, tapi itu akan diputuskan tahun depan (2009). Karena persoalan tadi, langkah mengambil KPR dipercepat.

Dengan bermodalkan tabungan seadanya, DP bisa dibayar untuk mencicil rumah sederhana tersebut. Memang terasa seperti mendaki gunung untuk melangkah dan memutuskannya. Tapi ada sedikit rasa lega karena peristiwa "usir mengusir" tidak akan terjadi lagi. Tapi sekarang kepercayaan dirinya sudah tumbuh kembali.

Tiga bulan setelah itu, kondisi ekonomi bangsa ini kian memburuk. Harga-harga barang terutama harga bangunan naik drastis. Sampai muncul resesi finansial global. Semua sekor terkena imbasnya. Berapa harga rumah di tempat pengembang yang sama sekarang? Untuk DP atau uang muka naik 3 kali lipat. Sementara untuk harga jual naik sekitar 60%. Wuihhhh, kalau dulu tidak diusir pemilik kontrakan, kalau dulu tidak memberanikan diri ambil KPR, tidak tahu sekarang. bisa mengambil rumah atau tidak. Kemungkinannya sangat kecil. Jadi, sebenarnya saya harus mengucapkan terimakasih kepada pemilik kontrakan yang sudah bersikap menyinggung perasaan tersebut.

Akhirnya, saya mencoba untuk senantiasa bersyukur terhadap berbagai peristiwa yang terjadi, terasa enak atau tidak enak dalam perasaan ini. Tuhan memberikan sesuatu yang kita butuhkan dan bukan memberikan sesuatu yang kita inginkan. Coba bayangkan, kalau Tuhan selalu memberikan yang kita inginkan, bagaimana kalau keinginan kita itu bisa merusak diri kita sendiri? Sudah tentu kita akan menderita kerugian yang sangat besar untuk masa depan kita.

Semua peristiwa ada hikmahnya. Semua peristiwa ada maksudnya. Semua peristiwa yang tidak enak pasti bermaksud untuk memudahkan kita menyelesaikan kesulitan yang bakal terjadi di masa mendatang. Sayangnya, kita tidak selalu positif thinking kepada peristiwa-peristiwa di sekeliling kita. Kalau kacamatanya kita ubah, sudah tentu sesuatu yang terasa tidak enak ada maksud tersendiri untuk kebaikan kita.

Marilah kita lebih bersyukur setiap hari, setiap saat, setiap jam, setiap detik. Yakinlah yang datang kepada kita adalah yang terbaik untuk kita. Temukan hikmah dan nilai positif dari segala sesuatu yang datang kepada kita. Hanya orang-orang yang belajar memahami kehidupan ini secara pandangan mata lahir dan batin lah yang bisa menangkap mutiara dalam kegelapan. Kita harus gembira tatkala menghadapi duka atau peristiwa tidak enak. Rasakan segala peristiwa dengan mata batin. Sukses Selalu. (*)
Share on Google Plus

About Manusia Pembelajar

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar :

Post a Comment