Matematika Tuhan Berbeda dengan Matematika Manusia

MANAGER akuntansi di kantor saya bilang, bulan ini cukup banyak pengeluaran. Sehingga kas keuangan menipis. Laba pun bisa jadi berkurang. Salah satu cara untuk menutupi kondisi tersebut harus meningkatkan omzet. Itulah logika Matematika manusia. Semakin banyak pengeluaran, semakin tipis omet keuangan. Ketika jumlah angka 10 dikurangi angka 5 maka hasilnya akan menjadi angka 5.

Tapi saya mempunyai pengalaman berbeda, sampai saya menyimpulkan bahwa Matematika Allah berbeda dengan Matematika manusia. Saat itu saya ditelepon oleh seorang teman yang mau mengadakan pelatihan shalat khusuk. Ajakan dia belum bisa menjawab bisa atau tidak karena dua hari sebelumnya saya pergi ke luar kota. Namun setelah kontak sana sini dan ada kepastian bisa, saya menjawab ya.

Setelah itu dia SMS lagi bahwa dalam acara tersebut diundang juga anak yatim sekitar 50 orang. Dia memberikan kesempatan kepada saya untuk bersodakoh dan menyantuninya. Saya hanya bisa menjawab, "Nanti saya kabari pak," karena saya tidak memegang uang dalam sejumlah itu. Segala pengeluaran keuangan untuk kepentingan eksternal harus diskusi dulu dengan isteri di rumah.

Setelah meyakinkan isteri, akhirnya dia mengerti. Sejumlah uang disisihkan di dalam sebuah amplop. Saya niatkan untuk membantu anak yatim lillahita'ala. Jumlahnya tidak seberapa, tapi niat untuk mengeluarkan dalam kondisi anggaran yang sudah jelas postingnya membutuhkan keyakinan di luar logika manusia. Isteri saya malah berdoa, Allah pasti tahu apa yang kita butuhkan. Setelah menyerahkan uang tersebut kemudian saya melupakan begitu saja.

Keesokan harinya ada SMS dari seseorang yang saya kenal yang menyuruh mengambil uang honor saya mengerjakan suatu even. padahal saya tidak berharap memperolehnya. Berapakah jumlahnya? Jumlahnya tiga kali lipat dari yang saya berikan kepada anak yatim. Isteri saya kaget dan takjub, baru kemarin mengeluarkan untuk anak yatim, keesokan harinya langsung diganti. Subhanallah. Ternyata berbisnis dengan Allah tidak pernah merugi, berbisnis dengan Allah selalu diganti dengan nilai yang lebih besar. Mungkin nilainya memang berbentuk material, mungkin juga berbentuk imaterial. Apakah kebahagiaan, kedamaian, dll.

Dari sini saya semakin yakin bahwa Allah Maha Kaya, Allah Maha Tahu segalanya kebutuhan kita. Jangan segan-segan untuk memberikan sesuatu yang kita miliki untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima. Kita ambil contoh pipa paralon yang diisi air secara terus menerus, maka aliran air di dalam pipa tersebut akan berjalan dengan lancar. Coba kalau pipa tersebut disumbat dengan alasan mengumpulkan air lebih banyak, maka yang terjadi malah sesuatu yang tidak kita inginkan datang kepada kita. Mungkin pipa tersebut akan pecah karena tidak dapat menahan deras air yang cukup besar atau air yang ada di hulu tumpah ke sana kemari.

Dari pengalaman tersebut sampai-sampai saya bergurau kepada Manager Keuangan di kantor dengan bertanya, mau berapa omzet kantor bulan ini? Rp200 juta, Rp300 juta? Mudah saja, kata saya. Kita berbisnis dengan Allah. Dia akan mengganti bisnis kita denganNya 10-100 kali lipat asalkan kita yakin. Artinya keyakinan kita di angka berapa uang yang kita saving untuk kepentingan shodakoh akankembali. Kalau asumsi uang yang bakal kembali adalah 50 kali lipat, sementara omzet yang kita inginkan adalah Rp 250 juta, maka bulan tersebut kita harus bersodakoh Rp 5 juta. Berani untuk melakukan langkah tersebut? Manager Keuangan hanya senyum-senyum saja. Logika akuntansi dia jauh lebih dominan ketimbang logika Matematika Tuhan.

Kalau kita yakin, itu bakal terjadi. Apalagi Allah tidak pernah berbohong kepada makhluknya. Bagi yang belum mencoba bisa jadi angka tersebut terasa berat karena terlalu besar. Sodakoh kok terlalu besar? Memang ada kebiasaan jelek di antara kita, kalau mau sodakoh pasti mengambil uang yang paling kecil nilainya. Ketika di dompet ada Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, Rp 10 ribu dan Rp 1 ribu, maka Rp 1 ribu lah yang dikeluarkan untuk bersodakoh. Memang tidak menjadi masalah, tapi yang balik kepada kita pun akan kecil pula nilainya.

Coba kita menggunakan logika lain yang lebih sederhana. Kalau kita memancing pakai cacing di kolam, biasanya ikan yang kita dapatkan paling besar ikan gurame. Sementara kalau kita memancing ikan di laut menggunakan udang, yang harganya jauh lebih mahal dari cacing, kemungkinan besar kita bisa mendapatkan ikan kakap atau lebih besar lagi.

Contoh lain, bisnis UKM dengan kecil, dengan bisnis Franchise dengan modal besar. Kemungkinan mendapatkan keuntungan jauh lebih besar adalah dari bisnis Franchise. Tinggal persoalannya adalah, apakah kita yakin dengan modal yang kita keluarkan, atau kita tidak yakin. Tapi kalau kita lihat, semakin banyak memberi semakin banyak menerima sudah masuk ke dalam hukum universal. Artinya, siapapun yang melakukan langkah itu maka akibatnya sudah jelas.

Mengapa belum banyak orang yang berbisnis dengan Tuhannya? Di sinilah sifat manusia yang masih menggunakan logika manusianya dan tidak beranjak untuk menoleh logika invisible hand yang hasilnya jauh lebih besar dari itung-itungan manusia. Semoga menjadi inspirasi. (Ade Asep Syarifuddin)

*) Ade Asep Syarifuddin, GM Radar Pekalongan
Share on Google Plus

About Manusia Pembelajar

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

1 komentar :

  1. I know this if off topic but I'm looking into starting my own weblog and was curious what all is needed to get setup? I'm assuming having a blog like yours would cost a pretty penny? I'm not very internet smart so I'm not 100% sure. Any recommendations or advice would be greatly appreciated. Many thanks aol mail login

    ReplyDelete