Membayar Harga Kesuksesan

SIAPA yang tidak ingin mencapai kesuksesan? Tentu semua orang ingin meraihnya, menikmatinya tanpa kecuali. Tapi kalau ditanya lebih lanjut, apakah semua orang mau membayar harga kesuksesan tersebut, tidak semua orang secara tegas menjawab ya. Ini artinya, banyak sekali orang di dunia ini yang menginginkan sesuatu tapi tidak siap dengan berbagai konsekuensinya.

Di dunia ini kita hidup dengan hukum-hukum yang berlaku secara universal. Hukum-hukum tersebut berlaku untuk siapa saja tanpa kecuali. Apakah seseorang itu pandai, berpendidikan tinggi, berpendidikan rendah, berwajah manis, dll. Hukum-hukum tadi tidak dapat dimanipulasi, dengan alasan apapun. Apakah karena seseorang masih ada darah kerajaan, darah politisi dan darah bangsawan menjadikan hukum tadi tidak berlaku? Tidak... tidak... tidak sama sekali. Hukum alam berlaku untuk semua kalangan tanpa kecuali.

Sebagai contoh sederhana, hukum gravitasi bumi mengatakan bahwa apabila seseorang atau benda berada pada ketinggian tertentu kemudian terjun bebas maka dia atau benda tersebut akan jatuh. Semakin tinggi ketinggian semakin besar kemungkinan jatuh dalam kondisi yang mengenaskan. Apakah lantas hukum tersebut menjadi tidak berlaku kalau
ada seseorang yang berdarah biru terjun dari ketinggian tertentu? Tentu tidak, kecuali orang tersebut menggunakan parasut.

Demikian halnya hukum sebab akibat. Sebab melakukan perbuatan tertentu akan berakibat hasil tertentu pula. Kita boleh memilih satu perbuatan, tapi kita tidak bisa memilih akibatnya. Contoh sederhana, seseorang yang ulet, rajin, sabar dan pantang menyerah akan mencapai tujuan-tujuannya. Sementara yang malas, tidak sabaran, dan merasa gagal jangan harap bisa mencapai tujuannya.

Bagaimana dengan kesuksesan? Kesuksesan mempunyai hukum-hukum tersendiri. Apakah semua orang bisa sukses? Sudah tentu, siapapun yang berani membayar harganya akan mencapai kesuksesan tadi. Maksud membayar harga kesuksesan adalah, untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan harus melewati proses perjuangan baik pikiran maupun perbuatan. Tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa diperoleh dengan cara gratis.

Kalau kita lihat sekeliling kita saja alam sudah menginspirasi kepada kita bahwa semua tujuan itu harus diperjuangkan. Ulat berjuang menjadi kupu-kupu harus berdiam diri dalam keheningan di dalam kepompong selama 7 hari. Coba saja kepompong tersebut dibuka padahal baru 4 hari, maka ulat tadi tidak akan jadi kupu-kupu. Demikian halnya telur ayam menetas dalam waktu 21 hari, kalau dalam waktu 15 hari sudah tidak dierami, maka tidak akan menetas menjadi ayam. Pun manusia bisa melahirkan setalah usia 9 bulan 10 hari. Kalaupun ada yang melahirkan 7 bulan ada akibat-akibat tertentu yang bisa menimpa bayi tersebut.

Melihat contoh-contoh di atas kita bisa menyimpulkan bahwa untuk mencapai satu tujuan sukses tidak ada jalan instant. Apa saja harga kesuksesan tersebut? Paling tidak dalam catatan saya ada beberapa harga yang mesti dibayar. Pertama harga menetapkan dan memelihara impian sukses ingin menjadi apa, kedua harga kesabaran dan pantang menyerah, ketiga harga belajar terus menerus untuk mencari cara mencapai impian tadi, keempat, mengganti impian baru apabila impian lama sudah tercapai.

Pertama, harga menetapkan dan memelihara sebuah impian. Mustahil seseorang bisa mencapai suatu keinginan kalau di kepalanya tidak ada keinginan tersebut. Ini artinya, seseorang yang memiliki impian tertentu pasti sebelumnya dia memutuskan untuk mencapai keinginan tadi. Kemudian impian tadi dipelihara terus menerus, tetap fokus. Tidak pedulai berapa godaan yang bisa mematahkan impian tadi, berapa cobaan yang bisa menghentikan impian tadi, kita tetap memelihara sampai tercapai.

Kalau kita bandingkan dengan sebuah perjalanan, impian adalah tujuan akhir dari perjalanan kita. Seseorang yang ingin mencapai Jakarta dari Surabaya menggunakan kereta api, sama sekali tidak tergoda untuk turun dari kereta api ketika sampai di Stasiun Semarang atau Stasiun Cirebon. Baru ketika sampai di Stasiun Gambir dia turun melanjutkan tujuannya. Coba kalau penumpang tadi tergoda turun di Stasiun Semarang atau Stasiun Cirebon, maka dia tidak akan sampai ke tujuan sesuai keinginan
awal.

Kedua, harga kesabaran dan pantang menyerah. Mendaki gunung sering dijadikan alat eksperimentasi seseorang untuk menguji kesabaran mencapai tujuan. Seorang pecinta alam sangat tertentang untuk melakukan pendakian dari gunung dengan ketinggian sedang, menuju ke pendakian gunung yang lebih tinggi sampai ke gunung yang tertinggi. Di sana ada bekal-bekal tertentu misalnya pemahaman medan, kekuatan fisik, komando yang konsisten, perbekalan yang cukup, dan yang paling penting memiliki peta tujuan. Setelah semuanya siap barulah mulai melakukan pendakian.

Bagi yang belum memahami medan bisa jadi bertemu dengan binatang buas, atau tergelincir masuk jurang atau bahkan kelelahan karena memang tidak biasa. Bila hambatan-hambatan tersebut muncul, apakah akan pulang begitu saja atau melanjutkan perjalanan? Sangat bergantung kepada kualitas mental seseorang. Bila hambatan tadi sudah diperhitungkan sejak awal maka hambatan tersebut tidak akan mengurungkan perjalanan. Tapi bila memang mentalnya mudah menyerah, ada monyet lewat di depan saja sudah ketakutan.

Sedangkan yang ketiga adalah harga belajar terus menerus untuk mencari cara mencapai impian tadi. Belajar menjadi sesuatu yang penting dan perlu menyisihkan waktu. Bila kita bekerja terus menerus tanpa diiringi dengan belajar, kita tidak bisa introspeksi dan mengevaluasi atas hasil kerja kita. Tapi dengan meluangkan waktu untuk belajar maka kita bisa menilai apa saja kekurangan yang harus diperbaiki dan apa saja pengetahuan yang harus ditambah.

Ada satu cerita menarik dari seorang tukang tebang pohon. Hari pertama dia menebang 100 pohon, sementara pada hari kedua dia hanya bisa menebang 75 pohon dengan waktu yang sama. Sampai pada hari ketujuh dia hanya bisa menebang 10 pohon dengan waktu yang sama seperti hari pertama. Setelah diteliti ternyata dia lupa untuk mengasah gergajinya setiap hari. Karena setelah dipakai, gergajinya tidak tajam lagi.

Mengasah gergaji ini adalah perumpamaan kita belajar. Semakin rajin belajar, maka semakin tajam daya analisis kita terhadap sesuatu yang kita kerjakan. Semakin malas belajar, semakin tumpul pikiran kita.

Yang keempat, mengganti impian lama dengan impian baru apabila impian lama sudah tercapai. Inilah siklus yang harus ditempuh. Bila satu impian sudah tercapai maka secepatnya merencanakan impian baru. Kita boleh merasa bangga dengan hasil-hasil prestasi yang sudah kita capai. Tapi jangan terlalu lama, jangan sampai terlena. Pencapaian impian tadi hanyalah sasaran antara untuk mencapai impian berikutnya yang lebih besar. Demikian seterusnya, di dalam hidup ini tidak ada tujuan akhir yang membuat kita tidak berusaha lagi, kita harus berusaha terus menerus.

Apabila kita mau dan gigih membayar harga-harga di atas, maka siapapun akan mencapai impian-impiannya. Tidak ada alasan keturunan, alasan shio, alasan pendidikan alasan apapun untuk mencapai kesuksesan. Siapapun bisa mencapai asalkan memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapainya. Sukses selalu. (ade asep syarifuddin) 
*) Penulis GM Radar Pekalongan.
Share on Google Plus

About Manusia Pembelajar

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar :

Post a Comment