Mengubah Batu Jadi Patung

SUATU hari seorang pematung datang membawa sebuah batu yang bukup besar berukuran sekitar panjang 2 meter dan lebarnya setengah meter. Batu itu diambil dari pegunungan yang dekat dengan rumahnya. Bentuknya sama saja dengan batu-batu biasa yang dapat kita lihat di sungai. Pematung itu membeli sebongkah batu hanya dengan harga Rp 100.000.

Setelah itu pematung mulai memahat batu tersebut. Mulai dari membentuk kepala, wajah, leher, badan, tangan, kaki sampai jari-jari kaki. Pekerjaan itu dilakukan dari waktu ke waktu dari hari ke hari dengan penuh rasa gembira. Orang yang sempat lewat di depan pematung itu tidak begitu menghiraukan apa yang tengah diperbuat olehnya.

Enam bulan kemudian bongkahan batu tersebut sudah berubah total menjadi sebuah patung yang sangat indah. Bahkan sudah ada orang yang menawar patung tersebut dengan harga yang cukup tinggi. Berapa patung tersebut ditawar? Mereka berani menawar Rp 50 juta. Berapa kali
lipatkah harga antara pembelian pertama yang masih sebongkah batu dengan sesudah menjadi patung yang indah? Berlipat-lipat. Pertanyaannya, apa yang menjadikan batu itu berbeda. Dilihat sepintas, patung itu masih juga batu, tetapi mengapa nilainya menjadi lebih tinggi.

Semua orang mengetahui, perubahan nilai bisa kita peroleh apabila terjadi gesekan, benturan, pahatan bahkan bantingan. Batu yang diukir akan memiliki nilai berbeda bila dibandingkan dengan batu apa adanya. Bagaimana halnya dengan manusia? Apakah manusia juga sama memiliki nilai lebih apabila dibenturkan, ditempa, "dipahat" digosok. Tidak semua orang menyadari bahwa perjalanan hidup yang kadang terasa pahit, membosankan, menjengkelkan, penuh dengan problematika, pusing, kadang-kadang agak stres, tidak bisa tidur dll.

Semua itu adalah proses untuk mencapai keadaan tertentu. Bila kita bandingkan dengan kasus tukang batu di atas, persoalan sehari-hari tersebut ibarat pahat yang sedang membentuk diri kita supaya memiliki nilai lebih dari sebelumnya. Apabila kita memiliki konsistensi dalam memahat diri, baik dengan belajar secara terus menerus, menghadapi persoalan dengan positif thinking dan positif feeling, tanpa disadari kualitas dan nilai diri kita dari waktu ke waktu terus berubah.


Ada hukum proses yang mesti kita jalani, di sana butuh waktu dan butuh action untuk sampai pada satu tujuan tertentu. Kebanyakan manusia lupa akan hukum proses pembentukan sesuatu. Inginnya cepat mencapai sesuatu, cepat kaya, cepat sukses, cepat menduduki posisi tertentu. Bisa saja itu terjadi. Seseorang dalam kurun waktu satu tahun bisa kaya mendadak dengan menjual seluruh warisan orang tuanya. Tapi karena kekayaan yang dia miliki tidak berbasis mental kaya, maka bisa ditebak ujungnya. Orang tersebut tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, dia akan menjadi miskin kembali.

Mengapa menjadi miskin kembali? Karena secara mental dia tidak siap untuk menjadi kaya. Yang muncul adalah sikap konsumtif yang mendorong dirinya membelanjakan seluruh kekayaannya untuk memenuhi gaya hidupnya. Dia sama sekali lupa bahwa kekayaan yang dimilikinya mestinya diinvestasikan dengan cara tertentu, sehingga kekayaannya dari waktu ke waktu semakin bertambah.

Patung adalah salah satu contoh bahwa ada proses dan tempaan yang harus kita hadapi untuk mencapai perubahan yang lebih bernilai. Kita juga bisa menengok contoh kasus lain yang sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seekor ulat ingin menjadi kupu-kupu harus menempuh waktu tidak kurang dari 7 hari. Selama di dalam kepompong ulat tersebut berdiam diri, tidak makan tidak minum dan pada saatnya dia keluar menjadi kupu-kupu yang sangat indah, terbang ke sana kemarin.

Bagaimana kalau sebelum 7 hari kepompong tersebut dibuka oleh seseorang. Misalnya saja, seorang anak kecil iba melihat ulat di dalam kepompong. Maka dibukalah kepompong tersebut padahal baru 3 hari. Ulat itu keluar dan masih berbentuk ulat. Tapi satu hari kemudian ulat tersebut mati dan tidak bisa mewujudkan impiannya untuk menjadi kupu-kupu yang indah. Niat baik anak kecil tadi melawan hukum alam yang ada. Sehingga akibatnya jauh lebih fatal terhadap ulat tadi, tidak menjadi kupu-kupu malah mati.

Demikian halnya manusia, apabila menghadapi persoalan hidup yang ruwet, susah dll, itu adalah proses untuk mencapai kualitas manusia yang lebih tinggi. Bahasa orang tua dulu, kalau Anda hidup prihatin, maka Anda akan mencapai apa yang dicita-citakan. Percaya atau tidak percaya, kehidupan telah memberikan jawaban yang lengkap atas seribu satu pertanyaan manusia yang belum juga sadar akan hukum-hukum tersebut.(Ade Asep Syarifuddin)

*) Ade Asep Syarifuddin, GM Radar Pekalongan
Share on Google Plus

About Manusia Pembelajar

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar :

Post a Comment