Komunikasi Setengah Komunikasi

Oleh Ade Asep Syarifuddin

SAYA pernah mengalami satu kondisi yang sangat menyiksa diri sendiri. Ingin lepas dari beban itu tapi tidak bisa. Satu hari bos saya bersikap tidak seperti biasanya. Biasanya wajahnya selalu tersenyum simpul, menyapa dengan ramah dan akrab penuh dengan kehangatan. Satu hari bertemu mukanya cemberut, tidak tampak senyum sedikit pun menundukkan kepala dan diam ketika bertemu dengan siapapun. Ketika berpapasan dengan saya, saya coba menyapa dengan hangat, "Selamat pagi pak." Namun respons yang muncul sangat tidak diharapkan. Dia hanya menganggukan kepala agak terpaksa, tanpa ekspresi kemudian pergi begitu saja. Saya jadi kepikiran, apa bos tidak menyukai saya, apakah dia benci ke saya, tapi saya merasa tidak punya salah.

Sore hari pulang ke rumah giliran saya yang berwajah cemberut bertemu orang rumah. Istri bertanya kepada saya tidak dijawab dengan semestinya. Karuan saja istri juga ngomel tidak terima. Wong dia merasa bertanya baik-baik namun responsnya malah sebaliknya. "Ya kalau punya masalah di kantor jangan dibawa-bawa ke rumah dong mas. Selesaikan di sana. Atau simpan dulu di tas, besok diambil lagi," kata istri saya setengah becanda tapi memang yang dia ucapkan itu betul.

Malam harinya, saya berusaha terbuka pada istri.
"Bu, kemarin aku ketemu bos. Aku sapa baik-baik kok dia cemberut saja ya. Apa dia tidak suka sama aku?"Istriku menjawab dengan enteng. "Oalah... itu toh masalahnya. Ya kalau pengen tahu kenapa bosmu cemberut, tanya langsung dong. Aku ya gak bisa jawab. Paling mengira-ngira. Tapi mengira-ngira dan menduga-duga itu bisa benar dan juga bisa salah. Dan resiko dari menduga-duga adalah dugaan kita bisa salah. Ketika dugaan salah muncul emosi negatif, ketika muncul emosi negatif kita bisa marah dengan cara diam-ciam dengan alasan yang tidak jelas. Alasan kemarahan hanya dari praduga yang belum tentu jelas kebenarannya," tuturnya semangat.

Aku terdiam dan berbicara kepada diri sendiri dalam hati. "Betul juga ya yang dikatakan istriku. Kenapa aku harus bingung. Kalau ingin mendapatkan jawaban, ya langsung tanya saja ke bos. Tapi harus nunggu dulu beberapa hari supaya masalah bos sudah selesai. Kalau pagi tadi aku langsung protes ke bos, bisa jadi aku yang kena damprat," katanya.

Apakah ada pembaca yang pernah mengalami hal tersebut di atas baik persis maupun dalam versi yang berbeda. Saya mengistilahkan komunikasi setengah komunikasi. Mengapa diistilahkan seperti itu, karena komunikasi yang tepat adalah komunikasi tanpa dugaan. Artinya, kalau menginginkan jawaban yang benar, tanya langsung kepada yang bersangkutan. Jangan menduga-duga ini dan itu. Tapi di sisi lain, sifat manusia itu, ingin mendapatkan jawaban secara segera atas berbagai peristiwa. Sehingga walaupun tidak benar, kita mencoba-coba untuk mencari-cari jawaban versi kita sendiri atas peristiwa yang terjadi.

Jawaban yang seharusnya keluar dari orang lain tapi dijawab melalu versi kita itulah yang cukup berbahaya bagi kesehatan mental kita. Mengapa? Karena, bisa jadi jawaban versi kita itu malahan memunculkan beban psikologis baru. Ada stigma, biasanya negatif yang bisa merusak otak kita, psikologi kita dan yang lebih parah merusak hubungan interpersonal. Ini kan lucu, wong kita tidak tahu jawaban yang sebenarnya, tapi kita sudah marah duluan.

Sikap yang paling tepat adalah, tidak berprasangka dulu atas kejadian yang tidak mengenakkan. Atau berbaik sangka saja terhadap segala hal yang terjadi. Itu jauh lebih menyehatkan pikiran dan psikologis. Banyak orang yang becerai gara-gara salah faham, banyak orang yang bermusuhan gara-gara  salah faham dan banyak kawan menjadi lawan gara-gara salah faham. Salah faham itu kata lain  darimenyimpulkan sesuatu atas kebodohan kita yang berakibat sangat fatal terhadap hubungan kita dengan orang lain.

Tidak usah merasa tersinggung kalau menyapa orang tapi orang tersebut tidak menjawab dengan baik, siapa tahu dia punya beban masalah yang berat yang tidak mau dikatakan kepada orang lain. Tidak usah menduga apapun apalagi menduga negatif ketika melihat seseorang kurang ramah. Bisa jadi dia sedang latihan untuk menyelesaikan problemnya sendiri tanpa mengutarakan kepada orang lain. Berkomunikasilah 100% jangan berkomunikasi 1/2 komunikasi.

Saya pernah bicara kepada kawan-kawan, kalau sedang naik motor, lantas dari belakang ada motor ngebut seperti balapan, jangan tersinggung, apalagi mengejarnya. Siapa tahu dia sedang tergesa-gesa ke rumah sakit karena dikabari oleh saudaranya bahwa istrinya sudah mau melahirkan di rumah sakit. Kan.... kita tidak tahu mengapa dia ngebut seperti pembalap. (*)

*) Penulis adalah GM harian Radar Pekalongan
Share on Google Plus

About Manusia Pembelajar

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar :

Post a Comment