Antara Aku, Istriku dan Kucingku

KUCINGKU tinggal 3 ekor. Semuanya jantan. Yang pertama diberi nama Bule. Bulunya 99% putih. Hanya sedikit di bagian ekor ada bulu yang berwarna kuning kemerahan. Sementara yang kedua adiknya Bule diberi nama Mehong. Mehong karena bulunya dominan hitam negro, sebagian tubuhnya berbulu putih. Namun di bagian hidungnya kehitaman persis kena pantat kuwali. Yang ketiga diberi nama Borokokok, dipanggil Kokok. Warna bulunya abu-abu loreng. Borokokok tidak satu induk dengan Bule dan Mehong. Ia kucing liar yang sering ikut makan, yang akhirnya tinggal di rumah.

Watak ketiganya juga berbeda-beda. Bule cenderung pendiam, tidak banyak bersuara. Ketika dibelai pun tidak mencakar atau menggigit. Tapi kalau waktunya makan, sabar menunggu. Dan makannya lumayan banyak dibanding dengan dua yang lainnya. Tidak heran kalau badannya lebih besar. Mehong agak susah makan, badannya kurus, senangnya mencakar dan menggigit. Hati-hati kalau ingin membelainya. Ketika sedang makan dan datang kucing betina, Mehong lebih memilih mempersilakan kucing betina makan terlebih dahulu. Borokokok lebih manja, sering dibelai, dipukul-pukul gemas bagian punggung dekat ekor. Tapi kalau mukul terlalu keras kukunya keluar juga yang terkadang bisa merobek kulit. Walaupun tidak terlalu dalam cukup untuk membuat darah keluar.

Mengapa semuanya jantan? Istriku agak kapok melihara kucing betina yang tiap 4 bulan pasti hamil. Anaknya kadang 3, kadang 4 ekor. Dulu ada kucing betina namanya Telon, kami memanggilnya Si Tel. Enam bulan yang lalu terbujur kaku karena terjepit dua besi. Entah saling kejar dengan kucing lain atau ada penyebab kematian lainnya, kami tidak tahu. Hampir enam tahun Telon bersama dengan kami. Kucing-kucing itu diberi makan 3 kali sehari. Pagi hari jam 6 pagi, siang jam 12.30 dan malam jam 18.30. Di am-jam tersebut ketiganya datang ke rumah. Setelah kenyang biasanya mereka keluar pergi main.

Mungkin kucing jantan memang begitu, tidak betah di rumah, kadang-kadang Kokok yang terlihat di rumah karena usianya lebih kecil dibanding yang dua.Apa menu kucing-kucing tersebut? Menunya adalah pindang ikan ditambah Whiskas (pakan kucing dari toko) diaduk dengan nasi. Pindang ikan dibeli dari bibi penjual pindang yang lewat sore hari. Dia heran kalau pindang kok buat pakan kucing. Kita juga sebenarnya suka pindang tersebut, kalau digoreng kan lezat juga. Tapi kucingnya jadi gak kebagian deh.

Bagaimana kalau ditinggal pergi lebih dari satu hari? Istriku yang nyiapin menu dalam jumlah banyak dan ditaruh di depan rumah. Whiskas pun ditaruh di wadah yang sudah disediakan. Pokoknya menu full ready stock. Walaupun kita tidak tahu apakah kucing yang lain ikut makan, atau menu tersebut menjadi kering dan tidak lagi disukai.Satu hal lagi, kucing pun memiliki perasaan seperti manusia. Kalau kita baik pada mereka, mereka pun akan baik pula kepada kita. Ketika kita cuek atau memusuhi mereka, mereka pun tidak akan betah dengan kita.

Entah ini istilahnya peri-kebinatangan atau apa. Tapi tidak jauh berbeda dengan peri-kemanusiaan. Hikmah yang didapat sangat dalam, kalau kepada kucing saja kita sayang, apalagi kepada manusia. Kalau kepada kucing saja kita memberi, apalagi kepada orang yang membutuhkan. Ada cerminan nilai yang bisa dipetik dari proses memelihara hewan ini.Semoga ada manfaatnya. (ade asep syarifuddin)
Share on Google Plus

About Manusia Pembelajar

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar :

Post a Comment